JAKARTA – Pemerintah terus berupaya mengejar gap pemanfaatan biogas yang jauh antara target capaian kinerja Rencana Strategis (Renstra) Kementerian ESDM dengan target Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Salah satu strategi pengembangan biogas yang tengah dilaksanakan yaitu pengembangan bio-CNG dalam skala komersial sebagai bahan bakar transportasi substitusi LPG untuk industri dan pembangkit listrik. Hal ini dikemukakan oleh Kepala Subdit Penyiapan Program Bioenergi, Trois Dilisusendi dalam webinar bertajuk “Pengembangan Biometana di Indonesia dan Uni Eropa: Peluang, Tantangan, dan Aplikasinya sebagai Bio-CNG” pada Selasa (3/11).
“Capaian biogas pada tahun 2019 sebesar 26,28 juta m3 dari target RUEN 95,6 juta m3, sementara target RUEN pada tahun 2025 sebesar 289,8 juta m3. Tentunya ini menjadi tantangan Pemerintah bagaimana biogas dapat mencapai target. Inilah yang sedang kita usahakan bersama. Jadi, apabila kita melihat program biogas skala rumah tangga ataupun biogas komunal yang lebih besar dan biogas skala industri, Bio CNG menjadi salah jawaban bagaimana Pemerintah, paling tidak untuk mengejar ketinggalan dari gap RUEN tersebut,” tutur Trois.
Bio – Compressed Natural Gas (Bio-CNG) / Compressed Biogas adalah hasil pemurnian Biogas (Pute Methane), dimana senyawa gas pengotor dibuang untuk menghasilkan lebih besar dari 95% Pure Methane Gas. Compressed Biogas memiliki nilai kalor dan properti lainnya yang mirip dengan Compressed Natural gas sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar otomotif, pembangkit listrik, serta untuk kepentingan industri dan komersial. Bio-CNG dapat diaplikasikan sebagai pengganti LPG, feeding ke jaringan gas kota, dan transportasi.
“Kedepannya kita ingin mendorong biogas untuk kita upgrade, kita manfaatkan menjadi bio-CNG. Di samping tujuan pertamanya dalam rangka meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, yang kedua melihat potensi biogas yang sangat besar di Indonesia, baik dari kotoran hewan ternak, limbah pertanian/perkebunan yang melimpah dan tersebar luas,” tandas Trois.Lebih lanjut Toris menguraikan tujuan pengembangan bio-CNG di Indonesia antaralain:
– Mendukung ketahanan energi nasional berupa pencapaian target bauran EBT melalui kontribusi pemanfaatan biogas,
– Mengurangi konsumsi impor LPG menjadi 4 juta ton pada tahun 2025,
– Meningkatkan kualitas lingkungan dengan mengurangi emisi GRK, dimana kontribusi emisi gas methane 21 kali gas CO2,
– Percepatan penyediaan akses energi untuk daerah terisolir, tertinggal, perbatasan dan kepulauan, dan
– Menghemat devisa negara dan mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.
Terkait dengan pengembangan bio-CNG, Pemerintah bersama dengan Global Green Growth Institute (GGGI) telah melakukan studi pasar pengembangan bio-CNG di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur guna mendapatkan potensi supply dan demand pengembangan Bio CNG di dua lokasi tersebut serta mengeksplorasi model bisnis yang layak secara komersial. Metode yang digunakan dalam kajian adalah analisis pada aspek teknologi, pasokan, permintaan, dan keekonomian. Hasil studi tersebut telah dipaparkan dalam Forum Group Discussion: Studi Pasar Penerapan BioCNG di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan Agustus 2020 lalu.
“Jadi kami sudah melihat dari sisi analisis teknologi bahwa teknologi yang bisa kita gunakan direkomendasikan dengan menggunakan membrane kemudian analisis pasokan, dari sisi permintaan kita juga melihat bio-CNG sebagai pilihan subsitusi industri LPG dan juga bicara keekonomian kita juga melihat bahwa dari kajian yg dilakukan ini cukup baik keekonomiannya,” pungkas Trois. (RWS)